Setelah Sunset Policy, Lalu bagaimana?
PB-Co - detikFinance
Jakarta - Setelah euforia sunset policy berakhir, kini makin banyak wajib pajak orang pribadi yang mulai tersadar akan hak dan kewajiban perpajakkannya. Bahwa tidak hanya sekedar menyampaikan SPT (menghitung, menyetor dan melapor pajak), tetapi sekarang WPOP juga DITUNTUT untuk melakukan administrasi pembukuan yang memadai.
Apa yang dimaksud dengan administrasi pembukuan yang memadai ?
Administrasi Pembukuan yang memadai adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang:
[a] keadaan harta
[b] kewajiban atau utang
[c] modal
[d] Penghasilan dan biaya
[e] harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang terutang PPN, yang tidak terutang, yang dikenakan PPN dengan tarif 0% dan dikenakan PPnBM.
Yang ditutup dengan menyusun Laporan Keuangan WP OP berupa Neraca dan Perhitungan Laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak.
WPOP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelengarakan pembukuan, kecuali bagi WPOP yg diperbolehkan menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, atau WPOP yg tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, hanya wajib melakukan pencatatan (confirm pasal 28 UU No. 28 Tahun 2007).
Pembukuan yang wajib dilakukan oleh WPOP setidaknya memuat semua mutasi harta, hutang dan penghasilannya serta perincian biaya , yang terjadi sepanjang tahun berjalan. Sehingga WP OP ybs dapat membuat tax and financial planning yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan ekonomisnya. Namun, tujuan utama dari tertib pembukuan adalah untuk mempermudah kepentingan proses pemeriksaan di bidang pajak yang semakin gencar dilakukan oleh DJP.
Terutama bagi semua WPOP yang terdaftar dalam KPP HWI, sebaiknya melakukan Pembukuan tanpa kecuali. Karena sepanjang tahun 2009 saja, target penerimaan dari pemeriksaan pajak bagi WP Besar OP sudah ditentukan oleh DJP dalam Lampiran XXXI Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-02/PJ/2009. Dan pemeriksaannya akan difokuskan terhadap WPOP :
a) Pemilik modal atau investor yang memiliki akumulasi nilai investasi di atas Rp. 500 juta;
b) Pengusaha restoran, bahan bangunan, dan bengkel sepeda motor dan mobil;
c) Konsultan hukum, dokter, dan notaris;
d) Selebritis dan tokoh masyarakat;
e) Pejabat dan mantan pejabat eksekutif, baik di tingkat pusat maupun daerah;
f)Pejabat dan mantan pejabat yudikatif, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan
g) Pejabat dan mantan pejabat legislatif serta calon anggota legislatif, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Hanya undang-undang perpajakanlah yang mengatur kewajiban pembuatan pembukuan. Karena memang kantor pajak akan sangat membutuhkan catatan-catatan usaha wajib pajak atau pembukuan wajib pajak untuk menguji
kebenaran laporan pajak.
WPOP menyelenggarakan pembukuan, bukanlah hal baru. Di negara maju seperti di Amerika, WPOP sudah terbiasa didampingi oleh personal accountant, tax consultant and legal consultant dalam mengatur keuangannya. Di Indonesia, trend ini baru mulai dilakukan oleh kalangan socialite, dan beberapa
pengusaha yang menginginkan keamanan dan kepastian hukum dalam kegiatan bisnisnya. Karena begitu pentingnya, wajar saja bila berbagai urusan pembukuan langsung diserahkan kepada ahlinya, dan disarankan untuk memilih perusahaan konsultan yang bisa dipercaya, memiliki reputasi yang baik, dan
selalu dapat memberikan solusi atas permasalahan pajak yang dihadapi oleh WP OP.
Di era transparansi, apakah pengusaha/WP OP di negara berkembang seperti Indonesia akan mengikuti trend ini juga? Kita lihat saja nanti.
Dasar hukum :
* UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 28
* SE-02/PJ./2009
Senin, 31 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar